Game Dragon hills mod apk

Game yang keren

Monday, July 14, 2008

REGULASI MOGA KUR BUKAN KARENA PEMILU

Tanggal: 04 Jul 2008
Sumber: Infobanknews.com
  • InfoBankNews.com, BI mengeluarkan paket kebijakan perbankan berupa kemudahan kredit bagi usaha kecil. Secara bersamaan, BI Rate naik menjadi 8,25%. Bagaimana implikasinya terhadap penyaluran kredit perbankan? Kristopo dan Apriyani Kurniasih

KRISIS ekonomi global yang dimulai dari sub-prime mortgage di Amerika Serikat mengawali tekanan ekonomi yang dialami Indonesia. Harga minyak dunia yang telah menembus angka US$120 per barel menambah keterpurukan Indonesia. Akibatnya, pemerintah pun berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 20%-30%.

  • Seperti biasa, naiknya harga BBM berimbas pada sektor lain. Salah satunya sektor usaha kecil dan menengah (UKM). UKM akan kesulitan mengembangkan usahanya. Naiknya harga BBM tentu akan mengakibatkan naiknya biaya operasional UKM. Sementara, omzet penjualan berpotensi menurun karena berkurangnya daya beli masyarakat akibat naiknya harga-harga kebutuhan hidup.

Dalam jangka panjang, kondisi tersebut dapat menggerus modal yang dimiliki para pelaku usaha UKM. Nah, untuk mengantisipasi kondisi yang tidak diharapkan, medio April lalu, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan paket kebijakan perbankan.

  • Ada beberapa hal yang melatari dikeluarkannya paket kebijakan tersebut. Satu, mengatasi permasalahan yang dihadapi usaha kecil untuk mendapatkan pembiayaan bank. Dua, pendalaman pasar keuangan (financial deepening) dan mendorong perkembangan pasar modal. Tiga, memperbaiki dan memperkuat struktur kelembagaan bank. Empat, meningkatkan manajemen risiko bank melalui implementasi Basel II yang didukung dengan ketersediaan industri pe­me­ringkatan.

Paket regulasi yang dikeluarkan BI itu sendiri meliputi sejumlah hal. Satu, ketentuan penurunan penghitungan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit usaha kecil (KUK) yang dijamin lembaga penjaminan/asuransi kredit yang memenuhi persyaratan tertentu. Salah satu jenis kredit ini, yaitu kredit usaha rakyat (KUR), yang diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), November 2007 lalu.

  • Dua, ketentuan penurunan penghitungan ATMR untuk obligasi korporasi. Tiga, ketentuan peningkatan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) kepada kelompok debitor bukan pihak terkait bank. Empat, ketentuan pendirian bank umum dan pengaturan kelembagaan lain. Lima, ketentuan pelaksanaan implementasi Basel II. Enam, ketentuan lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui BI.

Pelonggaran aturan tersebut tentu akan meningkatkan perbankan dalam memberikan kredit kepada pengusaha UKM. Dan, diharapkan kemudian akan mengompensasi peningkatan risiko kredit, sehingga laju penyaluran kredit tetap sesuai dengan rencana. Sebagai catatan, sampai dengan Februari 2008, kredit yang disalurkan perbankan tumbuh 1,4% menjadi Rp1.045,9 triliun. Sedangkan, penyaluran KUR hingga April 2008 mencapai Rp5,2 triliun dengan total debitor sekitar 445.000 koperasi serta usaha kecil dan menengah (KUKM).

  • Angka-angka di atas memperlihatkan bahwa penyaluran kredit dari perbankan terus meningkat. Bahkan, peningkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Sampai dengan Februari 2008, DPK perbankan naik 0,2% menjadi Rp1.474,5 triliun. Hal ini menyebabkan loan to deposit ratio (LDR) perbankan meningkat dari 70,1% pada Januari 2008 menjadi 70,9% pada Februari 2008.

Sayang, kelonggaran kredit yang diberikan BI melalui paket kebijakannya itu berbarengan dengan kenaikan BI Rate. Awal Mei lalu, BI Rate naik 25 basis points (bp) dari 8,00% menjadi 8,25%. Kenaikan BI Rate ini tentu akan mempengaruhi bunga kredit perbankan. Jika bunga kredit perbankan naik, bisa jadi, pengusaha UKM akan menunda meminjam kredit dari bank. Akibatnya, pertumbuhan kredit pun kembali terhambat.

  • Sulaiman A. Ariyanto, Direktur Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengakui bahwa sampai dengan saat ini, Bank BRI sendiri belum mengalami kesulitan dalam melempar kredit kepada pelaku UKM. “Kebetulan, kami masih kelebihan liquidity. Jadi, kelebihan fund kami masih ada. Biasanya, begitu SBI (Sertifikat Bank Indonesia) naik diikuti dengan lending rate. Jadi, kami harus membayar bunga simpanan yang tinggi. Tapi, sampai saat ini, kami belum menaikkan bunga funding. Sehingga, kami belum menaikkan bunga lending. Setidaknya untuk tiga bulan ke depan,” urai Sulaiman kepada InfoBank, awal Mei lalu, di Jakarta.

Idealnya, relaksasi dari BI mengenai ATMR bagi UKM itu tidak disusul dengan kenaikan BI Rate. Sehingga, kebijakan relaksasi tersebut tidak terkesan sia-sia. Artinya, dilonggarkan, tapi kemudian bunga kreditnya jadi naik.

  • Menanggapi hal tersebut, Direktur Penelitian dan Pengawasan Perbankan BI, Halim Alamsyah, mengatakan, paket April itu dimaksudkan dalam rangka mendorong perbankan agar memiliki keleluasaan lebih besar untuk melakukan intermediasi. Tentu dengan aturan yang tetap prudent

secara mikro teknis perbankan, baik dalam kondisi ekonomi makro membutuhkan kenaikan suku bunga maupun penurunan suku bunga. “Memang, idealnya, kondisi makro sejalan dengan kondisi mikro. Tapi, ‘kan tidak bisa selalu begitu. Karena, kondisi makro sangat dinamis, sementara kondisi mikro lebih membutuhkan kepastian aturan main, sehingga hitung-hitungan bisnis lebih mudah dilakukan,” paparnya kepada Apriyani Kurniasih dari InfoBank.

  • Senada dengan Halim, pengamat perbankan, Djoko Retnadi, mengatakan, dikeluarkannya paket kebijakan mengenai pelonggaran kredit dan kenaikan BI Rate bukan sesuatu yang kontradiksional. Kebijakan tersebut hanyalah upaya pemerintah merespons kebutuhan pasar saat ini. “Kebijakan kelonggaran kredit adalah kebijakan jangka panjang. Sementara, kenaikan BI Rate itu sesuatu yang situasional,” ujar Djoko kepada InfoBank, medio Mei lalu.

Masih menurut Djoko, kebijakan untuk memberikan kelonggaran kepada bank dalam menyalurkan kredit ke usaha kecil ini dulu juga pernah dilakukan pemerintah melalui kredit investasi kecil (KIK) dan kredit modal kerja permanen (KMKP). Tapi, pada sekitar 1990-an, keduanya dihapuskan pemerintah. “Kini, sepertinya, (kebijakan) itu mau dimunculkan kembali,” ujar Djoko.

  • Sebenarnya, seberapa efektifkah kebijakan ini membantu para pengusaha kecil dan menstimulus pertumbuhan kredit perbankan? Biasanya, apabila suatu kebijakan memberikan manfaat atau keuntungan bagi bank, kebijakan itu akan direspons secara positif. Sebaliknya, jika kebijakan tersebut tidak memberikan keuntungan bagi bank, biasanya, responsnya pun akan sangat lambat. ”Kebijakan ini, menurut saya, justru merupakan peluang emas bagi bank yang bisa menyelenggarakannya, yaitu bank BUMN (badan usaha milik negara) plus Bukopin,” kata Djoko.

Komitmen pemerintah dalam membantu para pelaku usaha kecil melalui KUR memang patut diacungi jempol. Apalagi, berdasarkan pengalaman, sektor inilah yang paling tahan menghadapi krisis. Tidak hanya program gebrakan yang dibutuhkan masyarakat kecil, tapi juga konsistensi dan kelanjutan program semacam KUR—yang perlu terus dipertahankan. Semoga, KUR bukan sekadar program menjelang pemilihan umum (pemilu).

  • JALAN BERLIKU

KREDIT KECIL (1974-1990)

  • SESUAI dengan instruksi presiden, beberapa waktu lalu, pemerintah mengemban tugas membantu pelaku usaha kecil dan menengah mendapatkan kemudahan dalam memperoleh pembiayaan dari bank. Atas dasar itu, medio April lalu, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan beberapa paket kebijakan. Isinya, antara lain, pelonggaran kredit untuk usaha kecil.

Menurut Djoko Retnadi, pengamat perbankan, dukungan pemerintah terhadap usaha kecil semacam ini pernah dilakukan melalui kredit investasi kecil (KIK) dan kredit modal kerja permanen (KMKP) pada 1970-an. Kebijakan perkreditan KIK dan KMKP ini pernah diimplementasikan pada 1974. Tujuannya membantu pengusaha golongan ekonomi lemah yang mempunyai kesulitan permodalan. Besaran kredit yang diberikan melalui KIK dan KMKP maksimal Rp5 juta dengan tingkat bunga masing-masing 12% dan 15% per tahun. Khusus KMKP diberikan masa tenggang hingga tiga tahun.

  • Setelah dievaluasi, sampai dengan 1978, KIK dan KMKP ternyata kurang mendapat respons positif dari pengusaha kecil. Alasannya, prosedurnya berbelit-belit dan besaran kredit terlalu kecil. Pemerintah pun kemudian mempermudah prosedur kredit plus menurunkan tingkat suku bunga. Untuk KIK, jumlahnya menjadi Rp10 juta dengan tingkat bunga 10,5% per tahun ditambah masa tenggang selama dua tahun. Sedangkan, untuk KMKP, besaran kredit dinaikkan menjadi Rp15 juta dengan tingkat bunga 12% setahun.

Selain KIK dan KMKP, pada masa itu, pemerintah juga mengusahakan kredit yang lebih kecil dengan persyaratan lebih ringan untuk para pengusaha kecil yang dikenal dengan sebutan kredit mini. Kredit yang mulai dikembangkan pada 1974/1975 ini besarannya hanya sekitar Rp100.000 per nasabah dengan bunga 12% setahun.

  • Pada 1980, besaran kreditnya dinaikkan. Untuk kredit Rp200.000 diberikan tingkat bunga 12% per tahun. Sedangkan, Rp200.000 sampai dengan Rp500.000 diberikan tingkat bunga 10,5% per tahun.

Khusus para pedagang kecil di wilayah pedesaan, pemerintah juga memberikan dukungan kredit melalui kredit candak kulak. Kredit ini dipercayakan pe­ngelola­annya kepada koperasi unit desa (KUD). Selain memberikan kemudahan prosedur, kredit ini diberikan tanpa jaminan dengan besaran bunga 12% per tahun. Program ini dilakukan pemerintah dalam rangka membantu para pengusaha kecil sekaligus menciptakan kesempatan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Apr

[ Indeks | Versi Cetak | Kirim ke Teman ]

1 comment:

kreditukm.blogspot.com said...

Artikelnya yang terbaru ada ngga bang? aniwe, nice post. Ditunggu updatenya yah..

Lintang
http://kreditukm.blogspot.com

Jam