- SUARA PEMBARUAN DAILY
[JAKARTA] Pemilihan presiden (pilpres) selama ini baru menghasilkan seorang manajer, bukan pemimpin. Hal itu terjadi karena partai politik (parpol) tidak mengidentifikasi dengan jelas kualifikasi calon presiden (capres) serta tidak mampu menilai secara objektif kinerja pemerintah.
- Pemimpin adalah sese- orang yang mampu membuat sejarah bagi bangsanya dan bukan yang setiap hari tampil di media. Kalau pemimpin setiap hari muncul di media, dia adalah seorang selebriti. Hal itu dikemukakan Gubernur Provinsi DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X saat berkunjung ke SP, Selasa (5/2).
"Saya khawatir selama proses pemilihan seperti ini, dari kepala daerah sampai presiden, sekadar orang yang merasa dirinya mampu menjadi presiden, maju mendaftar, ikut fit and proper test , terus lulus, tanpa ada persyaratan kualitatif dari parpol, kita tidak akan pernah bisa mendapatkan seorang pemimpin. Jadi kita jangan berharap ada perubahan," katanya.
- Menurut Sultan, jika model pemilihan tetap seperti itu, yang didapat bukanlah seorang pemimpin, melainkan seorang manajer yang hanya bisa bicara tentang petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) saja. "Jadi jangan berharap negara ini bisa berubah, wong yang kita pilih adalah seorang manajer, mana bisa disuruh mengubah," kata Sultan.
Terkecuali, ujar dia, parpol mampu mengidentifikasi kinerja presiden selama lima tahun, apa kekurangan dan kelebihannya. Misalnya, masih banyak orang miskin, pengangguran, dan pangan tidak cukup, sehingga diperlukan perubahan strategi dan reformasi birokrasi.
- Kemudian, parpol harus mengetahui tantangan yang akan dihadapi pada 2009 hingga 2014, lalu mencari calon pemimpin yang tepat agar bangsa ini bisa kompetitif menghadapi globalisasi dunia dan mampu membangun pemerintahan yang akuntabel. Kalau seorang calon memenuhi syarat itu, parpol bisa langsung menyatakannya sebagai calon presiden. "Saya yakin jika itu terjadi yang keluar adalah seorang leader. Tetapi sekarang tidak seperti itu, parpol sekarang tidak mengerti tantangan masa depan kok. Yang terjadi saat ini, seorang calon harus mempunyai uang yang banyak, baru bisa dicalonkan oleh parpol," paparnya.
- Amanah
Pada kesempatan itu, Sri Sultan menegaskan dirinya tidak akan melamar ke parpol agar bisa diusung menjadi capres dalam Pilpres 2009. Namun, Sultan mengaku ada beberapa parpol yang mendekati dirinya. "Kalau rakyat memberikan amanah, saya terima. Tidak mungkin saya mendekati ketua partai untuk menjadi calon presiden. Itu tidak mungkin saya lakukan," tegas Sultan.
- Bagi Sultan, pengabdian adalah memberi, karena merupakan kewajiban dan kekuasaan bukan untuk diperebutkan, tetapi sebuah amanah. Kewajiban pemimpin adalah mengantarkan rakyatnya menjadi lebih baik. "Seorang pemimpin harus sadar, kapan menempatkan dirinya di muka, di tengah, dan di belakang," kata Sultan.
Ketika ditanya kesiapannya menjadi capres, Sultan mengemukan hal itu sangat relatif. "Seorang Susilo Bambang Yudhoyono pun juga bisa mempertimbangkan siap atau tidaknya, karena tidak ada sekolah jadi presiden atau gubernur. Masalahnya bagi saya bukan siap atau tidak siap," katanya.
- Sementara itu, Lembaga Survei Indonesia (LSI) menempatkan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai kuda hitam capres mendatang dan bukan tidak mungkin akan menang dalam Pilpres 2009.
"Dia mendapat sentimen elektoral (akan dipilih, Red) cukup lumayan. Meskipun angkanya masih jauh di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri," kata Direktur Eksekutif LSI Saiful Mujani.
- Salah satu pertanyaan LSI kepada responden adalah bila pemilihan presiden diadakan hari ini (2008), siapa yang dipilih? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dipilih 34 persen responden, Megawati Soekarnoputri 24,2 persen, Sultan di urutan ketiga dengan 6,6 persen, dan Abdurrahman Wahid 4,4 persen. Urutan berikutnya berturut-turut ditempati Wiranto (4,1 persen), Amien Rais (3 persen), Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla (1,9 persen), nama lain 9,9 persen, dan yang belum punya pilihan, 5,7 persen. [M-16/A-21]
Last modified: 6/2/08