Game Dragon hills mod apk

Game yang keren

Thursday, July 24, 2008

BANK NTT = GREEN BANK

Frits News : Hari ini Bank NTT bekerjasama dengan PT VisionNet International (VisoNet) telah mengembangkan produk yang disebut “green Bank” suatu konsep tanggung jawab social perusahaan (CSR) yang ramah terhadap lingkungan dengan memanfaatkan tenaga matahari untuk mendukung operasional Bank NTT termasuk Online TI dan ATM Bank NTT.

Rencana peresmian “Solar Sel” diresmikan oleh Wakil Gubernur NTT Ir. Esthon Funay,MSi bertempat di Kantor Bank NTT Cabang Betun pada hari seperti yang diungkapkan Direktur Utama Bank NTT Ch.Amos Corputty disela-sela persiapan peresmian kemarin.

Menurut Ch.A.Corputty memilih solar sel sebagai pengganti listrik tenaga disel karena untuk menghemat biaya operasional Bank yang kian hari membengkak akibat kenaikan BBM, disamping itu dalam rangka memanfaatkan dan memberdayakan apa yang ada dan yang sudah diberikan Tuhan kepada kita yakni sinar matahari, serta yang lebih penting adalah dengan kehadiran solar sel ini dalam rangka peduli dan ramah terhadap lingkungan hidup.

Lebih lanjut Ch.A.Corputty mengatakan bahwa kami bangga atas keberhasilan VisioNet dalam merealisasikan proyek ini sebagai alternative penghematan energi dan menjadikan Bank NTT sebagai “Green Bank” pertama di Indonesia dan Ia mengaharapkan semakin banyak lagi bermunculan “green Bank-green Bank” lainnya sebagai upaya membantu pemerintah menekan krisis energi.

Disamping itu Presiden Direktur VisioNet Paulinus Koesoemo yang turut hadir menyaksikan peresmian “solar sel” mengatakan bahwa kini Bank NTT dapat memberikan pelayanan kepada nasabah dengan lebih baik tanpa perlu kuatir akan keterbatasan listrik, disamping itu Paulinus mengatakan bahwa dengan menggunakan system outsourcing secara bulanan Bank NTT tidak perlu menginvestasikan produk solar sel tersebut untuk implementasinya.

Monday, July 14, 2008

REGULASI MOGA KUR BUKAN KARENA PEMILU

Tanggal: 04 Jul 2008
Sumber: Infobanknews.com
  • InfoBankNews.com, BI mengeluarkan paket kebijakan perbankan berupa kemudahan kredit bagi usaha kecil. Secara bersamaan, BI Rate naik menjadi 8,25%. Bagaimana implikasinya terhadap penyaluran kredit perbankan? Kristopo dan Apriyani Kurniasih

KRISIS ekonomi global yang dimulai dari sub-prime mortgage di Amerika Serikat mengawali tekanan ekonomi yang dialami Indonesia. Harga minyak dunia yang telah menembus angka US$120 per barel menambah keterpurukan Indonesia. Akibatnya, pemerintah pun berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 20%-30%.

  • Seperti biasa, naiknya harga BBM berimbas pada sektor lain. Salah satunya sektor usaha kecil dan menengah (UKM). UKM akan kesulitan mengembangkan usahanya. Naiknya harga BBM tentu akan mengakibatkan naiknya biaya operasional UKM. Sementara, omzet penjualan berpotensi menurun karena berkurangnya daya beli masyarakat akibat naiknya harga-harga kebutuhan hidup.

Dalam jangka panjang, kondisi tersebut dapat menggerus modal yang dimiliki para pelaku usaha UKM. Nah, untuk mengantisipasi kondisi yang tidak diharapkan, medio April lalu, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan paket kebijakan perbankan.

  • Ada beberapa hal yang melatari dikeluarkannya paket kebijakan tersebut. Satu, mengatasi permasalahan yang dihadapi usaha kecil untuk mendapatkan pembiayaan bank. Dua, pendalaman pasar keuangan (financial deepening) dan mendorong perkembangan pasar modal. Tiga, memperbaiki dan memperkuat struktur kelembagaan bank. Empat, meningkatkan manajemen risiko bank melalui implementasi Basel II yang didukung dengan ketersediaan industri pe­me­ringkatan.

Paket regulasi yang dikeluarkan BI itu sendiri meliputi sejumlah hal. Satu, ketentuan penurunan penghitungan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit usaha kecil (KUK) yang dijamin lembaga penjaminan/asuransi kredit yang memenuhi persyaratan tertentu. Salah satu jenis kredit ini, yaitu kredit usaha rakyat (KUR), yang diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), November 2007 lalu.

  • Dua, ketentuan penurunan penghitungan ATMR untuk obligasi korporasi. Tiga, ketentuan peningkatan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) kepada kelompok debitor bukan pihak terkait bank. Empat, ketentuan pendirian bank umum dan pengaturan kelembagaan lain. Lima, ketentuan pelaksanaan implementasi Basel II. Enam, ketentuan lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui BI.

Pelonggaran aturan tersebut tentu akan meningkatkan perbankan dalam memberikan kredit kepada pengusaha UKM. Dan, diharapkan kemudian akan mengompensasi peningkatan risiko kredit, sehingga laju penyaluran kredit tetap sesuai dengan rencana. Sebagai catatan, sampai dengan Februari 2008, kredit yang disalurkan perbankan tumbuh 1,4% menjadi Rp1.045,9 triliun. Sedangkan, penyaluran KUR hingga April 2008 mencapai Rp5,2 triliun dengan total debitor sekitar 445.000 koperasi serta usaha kecil dan menengah (KUKM).

  • Angka-angka di atas memperlihatkan bahwa penyaluran kredit dari perbankan terus meningkat. Bahkan, peningkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Sampai dengan Februari 2008, DPK perbankan naik 0,2% menjadi Rp1.474,5 triliun. Hal ini menyebabkan loan to deposit ratio (LDR) perbankan meningkat dari 70,1% pada Januari 2008 menjadi 70,9% pada Februari 2008.

Sayang, kelonggaran kredit yang diberikan BI melalui paket kebijakannya itu berbarengan dengan kenaikan BI Rate. Awal Mei lalu, BI Rate naik 25 basis points (bp) dari 8,00% menjadi 8,25%. Kenaikan BI Rate ini tentu akan mempengaruhi bunga kredit perbankan. Jika bunga kredit perbankan naik, bisa jadi, pengusaha UKM akan menunda meminjam kredit dari bank. Akibatnya, pertumbuhan kredit pun kembali terhambat.

  • Sulaiman A. Ariyanto, Direktur Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengakui bahwa sampai dengan saat ini, Bank BRI sendiri belum mengalami kesulitan dalam melempar kredit kepada pelaku UKM. “Kebetulan, kami masih kelebihan liquidity. Jadi, kelebihan fund kami masih ada. Biasanya, begitu SBI (Sertifikat Bank Indonesia) naik diikuti dengan lending rate. Jadi, kami harus membayar bunga simpanan yang tinggi. Tapi, sampai saat ini, kami belum menaikkan bunga funding. Sehingga, kami belum menaikkan bunga lending. Setidaknya untuk tiga bulan ke depan,” urai Sulaiman kepada InfoBank, awal Mei lalu, di Jakarta.

Idealnya, relaksasi dari BI mengenai ATMR bagi UKM itu tidak disusul dengan kenaikan BI Rate. Sehingga, kebijakan relaksasi tersebut tidak terkesan sia-sia. Artinya, dilonggarkan, tapi kemudian bunga kreditnya jadi naik.

  • Menanggapi hal tersebut, Direktur Penelitian dan Pengawasan Perbankan BI, Halim Alamsyah, mengatakan, paket April itu dimaksudkan dalam rangka mendorong perbankan agar memiliki keleluasaan lebih besar untuk melakukan intermediasi. Tentu dengan aturan yang tetap prudent

secara mikro teknis perbankan, baik dalam kondisi ekonomi makro membutuhkan kenaikan suku bunga maupun penurunan suku bunga. “Memang, idealnya, kondisi makro sejalan dengan kondisi mikro. Tapi, ‘kan tidak bisa selalu begitu. Karena, kondisi makro sangat dinamis, sementara kondisi mikro lebih membutuhkan kepastian aturan main, sehingga hitung-hitungan bisnis lebih mudah dilakukan,” paparnya kepada Apriyani Kurniasih dari InfoBank.

  • Senada dengan Halim, pengamat perbankan, Djoko Retnadi, mengatakan, dikeluarkannya paket kebijakan mengenai pelonggaran kredit dan kenaikan BI Rate bukan sesuatu yang kontradiksional. Kebijakan tersebut hanyalah upaya pemerintah merespons kebutuhan pasar saat ini. “Kebijakan kelonggaran kredit adalah kebijakan jangka panjang. Sementara, kenaikan BI Rate itu sesuatu yang situasional,” ujar Djoko kepada InfoBank, medio Mei lalu.

Masih menurut Djoko, kebijakan untuk memberikan kelonggaran kepada bank dalam menyalurkan kredit ke usaha kecil ini dulu juga pernah dilakukan pemerintah melalui kredit investasi kecil (KIK) dan kredit modal kerja permanen (KMKP). Tapi, pada sekitar 1990-an, keduanya dihapuskan pemerintah. “Kini, sepertinya, (kebijakan) itu mau dimunculkan kembali,” ujar Djoko.

  • Sebenarnya, seberapa efektifkah kebijakan ini membantu para pengusaha kecil dan menstimulus pertumbuhan kredit perbankan? Biasanya, apabila suatu kebijakan memberikan manfaat atau keuntungan bagi bank, kebijakan itu akan direspons secara positif. Sebaliknya, jika kebijakan tersebut tidak memberikan keuntungan bagi bank, biasanya, responsnya pun akan sangat lambat. ”Kebijakan ini, menurut saya, justru merupakan peluang emas bagi bank yang bisa menyelenggarakannya, yaitu bank BUMN (badan usaha milik negara) plus Bukopin,” kata Djoko.

Komitmen pemerintah dalam membantu para pelaku usaha kecil melalui KUR memang patut diacungi jempol. Apalagi, berdasarkan pengalaman, sektor inilah yang paling tahan menghadapi krisis. Tidak hanya program gebrakan yang dibutuhkan masyarakat kecil, tapi juga konsistensi dan kelanjutan program semacam KUR—yang perlu terus dipertahankan. Semoga, KUR bukan sekadar program menjelang pemilihan umum (pemilu).

  • JALAN BERLIKU

KREDIT KECIL (1974-1990)

  • SESUAI dengan instruksi presiden, beberapa waktu lalu, pemerintah mengemban tugas membantu pelaku usaha kecil dan menengah mendapatkan kemudahan dalam memperoleh pembiayaan dari bank. Atas dasar itu, medio April lalu, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan beberapa paket kebijakan. Isinya, antara lain, pelonggaran kredit untuk usaha kecil.

Menurut Djoko Retnadi, pengamat perbankan, dukungan pemerintah terhadap usaha kecil semacam ini pernah dilakukan melalui kredit investasi kecil (KIK) dan kredit modal kerja permanen (KMKP) pada 1970-an. Kebijakan perkreditan KIK dan KMKP ini pernah diimplementasikan pada 1974. Tujuannya membantu pengusaha golongan ekonomi lemah yang mempunyai kesulitan permodalan. Besaran kredit yang diberikan melalui KIK dan KMKP maksimal Rp5 juta dengan tingkat bunga masing-masing 12% dan 15% per tahun. Khusus KMKP diberikan masa tenggang hingga tiga tahun.

  • Setelah dievaluasi, sampai dengan 1978, KIK dan KMKP ternyata kurang mendapat respons positif dari pengusaha kecil. Alasannya, prosedurnya berbelit-belit dan besaran kredit terlalu kecil. Pemerintah pun kemudian mempermudah prosedur kredit plus menurunkan tingkat suku bunga. Untuk KIK, jumlahnya menjadi Rp10 juta dengan tingkat bunga 10,5% per tahun ditambah masa tenggang selama dua tahun. Sedangkan, untuk KMKP, besaran kredit dinaikkan menjadi Rp15 juta dengan tingkat bunga 12% setahun.

Selain KIK dan KMKP, pada masa itu, pemerintah juga mengusahakan kredit yang lebih kecil dengan persyaratan lebih ringan untuk para pengusaha kecil yang dikenal dengan sebutan kredit mini. Kredit yang mulai dikembangkan pada 1974/1975 ini besarannya hanya sekitar Rp100.000 per nasabah dengan bunga 12% setahun.

  • Pada 1980, besaran kreditnya dinaikkan. Untuk kredit Rp200.000 diberikan tingkat bunga 12% per tahun. Sedangkan, Rp200.000 sampai dengan Rp500.000 diberikan tingkat bunga 10,5% per tahun.

Khusus para pedagang kecil di wilayah pedesaan, pemerintah juga memberikan dukungan kredit melalui kredit candak kulak. Kredit ini dipercayakan pe­ngelola­annya kepada koperasi unit desa (KUD). Selain memberikan kemudahan prosedur, kredit ini diberikan tanpa jaminan dengan besaran bunga 12% per tahun. Program ini dilakukan pemerintah dalam rangka membantu para pengusaha kecil sekaligus menciptakan kesempatan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Apr

[ Indeks | Versi Cetak | Kirim ke Teman ]

CSR MENU WAJIB PERBANKAN

Tanggal: 10 Jun 2008
Sumber: infobanknews.com

InfoBankNews.com, BI mewajibkan bank menyelenggarakan program CSR. Hanya masih perlu kejelasan guidelines-nya. Bank mana yang CSR-nya atraktif ? Enny Ratnawati A. TANGGUNG jawab sosial perusahaan atau populer dengan istilah corporate social responsibility (CSR) sebenarnya bukan hal asing bagi bank. Sebab, sekarang, CSR di banyak industri tidak lagi hanya digunakan sebagai marketing gimmick. Tapi, sudah menjadi kebutuhan perusahaan bersangkutan untuk lebih dekat dengan masyarakat dan ling­kungan sekitarnya. Meskipun istilah itu sudah cukup familiar di telinga banyak orang, hingga kini, belum ada pengertian tunggal tentang CSR. Tapi, CSR sebenarnya merupakan bagian strategi bisnis jangka panjang sebuah korporasi. Sebab, paradigma lama yang dulu sering diusung perusahaan, yaitu mengejar keuntungan semata dan menutup mata terhadap masyarakat sekitar, sudah tidak relevan lagi. CSR juga berfungsi menjaga citra perusahaan di mata konsumen. Pembentukan citra sebagai perusahaan yang ramah lingkungan dan peduli terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar tempat usaha akan membuat pengoperasian bisnis berjalan lebih lancar. Dan, cepat atau lambat, perusahaan ter­sebut akan memetik buah manis, yaitu pe­ningkatan profit usaha. Aksi tanggung jawab sosial ini sudah sejak lama dilakukan berbagai industri di Indonesia. Apalagi, Indonesia ter­masuk negara rawan bencana, sehingga banyak celah bagi per­usahaan untuk menerapkan CSR. Momen bencana sering dimanfaatkan berbagai perusahaan untuk me­nunjukkan kepedulian terhadap korban bencana alam yang memang mem­butuhkan uluran tangan. Wujudnya bermacam-macam. Mulai dari sekadar membagi-bagikan paket makanan siap santap; membuka posko layanan kesehatan, telekomunikasi, dan perbaikan kendaraan di daerah bencana; hingga terjun langsung mengevakuasi pengungsi. Perusahaan berharap, dengan melakukan kegiatan CSR, citra dan awareness terhadap perusahaan itu pun akan terdongkrak. PT Astra International, Tbk., misalnya, memiliki sistem dan prosedur tanggap darurat saat bencana datang. Perusahaan ini punya konsep, bujet, sistem, dan tim yang jelas untuk kegiatan CSR-nya. Perusahaan lain, seperti PT H.M. Sampoerna, memanfaatkan teknologi canggih untuk mengambil keputusan cepat dalam kondisi darurat (bencana). Satu hari pascabencana, tim Sampoerna Rescue bisa mengevakuasi korban menggunakan sejumlah peralatan, seperti perahu karet dan tenda darurat. Tim ini dikendalikan Divisi Community Development Sampoerna. Bagi sebagian perusahaan, CSR memang penyeimbang antara kepentingan perusahaan dan masyarakat. CSR juga merupakan wujud nyata paradigma bahwa bisnis tidak hanya berjalan atas kepentingan pemegang saham (shareholders), tapi juga untuk stakeholders. Perusahaan tidak akan mengesampingkan kepentingan pekerja, konsumen, masyarakat, pemerintah, dan lingkungan. Pemikiran yang sama juga terbersit dalam benak kalangan perbankan. Sektor ini juga melihat CSR sebagai kebutuhan. Bank Indonesia (BI) mewajibkan bank melakukan program CSR, terutama di bidang pendidikan. Dalam bankers dinner medio Januari lalu, Burhanuddin Abdullah, Gubernur BI, kembali menegaskan optimalisasi peran bank dalam pembiayaan pembangunan. Salah satu poin penting optimalisasi tersebut adalah kewajiban menerapkan CSR di setiap bank. “Bank Indonesia berpandangan bahwa CSR industri perbankan seyogianya dapat terarah pada upaya-upaya strategis dalam pembentukan masa depan bangsa, seperti bidang pendidikan,” ujar Burhanuddin dalam sambutannya. Hanya, dia menggaris­bawahi perlunya perumusan guidelines yang jelas bagi pihak bank. Hal itulah akan dirumuskan kembali oleh BI bersama bank. Kepedulian sosial perbankan mulai tampak nyata. Beberapa bank saat ini memang sudah melakukan kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Misalnya, Bank Haga yang pernah meng­adakan aksi donor darah. Tapi, sebagian kecil bank di Indonesia hanya melakukan kegiatan CSR yang bersifat charity, seperti memberi santunan dan sumbangan sembilan bahan pokok (sembako). Padahal, dengan konsep tersebut, keadaan masyarakat tidak berubah. Kendati belum optimal, upaya perbankan ini merupakan awal yang positif untuk memulai kegiatan yang lebih besar. Beberapa bank lain pun termotivasi melakukan kegiatan CSR dengan lebih terencana. Bahkan, tidak jarang, kegiatan sosial dilakukan dalam yayasan tersendiri dan dengan bujet khusus. Salah satunya adalah Bank Mandiri. Bank tersebut sudah melakukan kegiatan CSR sejak tahun pertama berdiri. Tapi, program CSR di Bank Mandiri baru diluncurkan pada 2004. Menurut Mansyur S. Nasution, Corporate Secretary Bank Mandiri, melalui electronic mail (e-mail) kepada InfoBank, bentuk kegiatan yang digagas Bank Mandiri cukup beragam. Intinya, tentu, perusahaan turut berperan aktif membangun masyarakat sekitar. Beberapa tahun terakhir, Bank Mandiri memang aktif membantu korban bencana alam, membangun rumah-rumah ibadah, dan memberikan beasiswa pendidikan. Hingga saat ini, target CSR yang dilakukan Bank Mandiri adalah masyarakat yang berdomisili di wilayah kerja Bank Mandiri di seluruh Indonesia. Seperti halnya Bank Mandiri, target kegiatan CSR Bank Danamon adalah masyarakat di wilayah kerjanya sendiri. Tapi, karena dalam beberapa tahun terakhir, Danamon Simpan Pinjam (DSP) fokus melayani masyarakat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sasaran kegiatan CSR Bank Danamon pun lebih banyak mengarah kepada nasabah DSP tersebut. CSR Bank Danamon diberi nama Danamon Peduli. Pada 2001, Danamon Peduli masih di bawah divisi corporate communicaion. Tapi, sejak 17 Februari 2006, Danamon Peduli ada dalam naungan yayasan mandiri yang didirikan Bank Danamon dan Adira Finance. Menurut Risa Bhinekawati, Ketua Dewan Pengurus Danamon Peduli, kepada InfoBank, belum lama ini, di kantornya, program unggulan di Danamon Peduli adalah program “Pasarku: Bersih Sehat Sejahtera” Sesuai dengan namanya, program tersebut difokuskan di pasar-pasar, khususnya pasar tradisional. Dengan adanya program yang diarahkan pada sektor yang jarang tersentuh perbankan ini, diharapkan pengurus pasar tradisional dapat meningkat kebersihan dan kesehatan lingkungan. Sehingga, daya saingnya meningkat, dapat menarik lebih banyak pembeli, dan warga pasar pun lebih sejahtera. Berbagai kegiatan ditempuh untuk mem­perbaiki pasar. Salah satu kegiatan yang menarik adalah konversi sampah organik menjadi kompos dengan kualitas tinggi. Uniknya, warga pasar tdak hanya diajarkan cara mengolah sampah organik menjadi kompos, tapi juga pola pemasaran kompos tersebut. Dengan mengolah dan menjual kompos, kesejahteraan hidup mereka diharap­kan bisa meningkat. Dari sisi bujet atau investasi, jumlah dana yang dikucurkan Danamon Peduli berbeda-beda, tergantung kegiatannya. Tapi, sebagai gambaran, untuk menjaga kebersihan warga pasar, mereka membangun infrastuktur berupa pengadaan kamar mandi atau water closet (WC) yang lebih memadai. Untuk kegiatan ini, dana yang dikeluarkan per satu kegiatan Rp6 juta. Sementara itu, ke depan, Bank Mandiri fokus ke bidang pendidikan untuk peng­aplikasian program CSR-nya. Bidang ini dipilih karena dianggap memiliki kontribusi dalam jangka panjang. Untuk bidang pendidikan, aksi sosial Bank Mandiri meng­usung tema “Mandiri Peduli Pendidikan”. Dua kegiatan utamanya adalah memberikan beasiswa serta bantuan sarana dan prasarana pendidikan. Di bidang pendidikan, bank ini mencanang­kan 2008 sebagai tahun bagi wirausahawan muda menunjukkan kemampuannya. Dengan meluncurkan program Wirausaha Muda Mandiri, menurut Mansyur, Bank Mandiri tidak sekadar memberikan dukungan dana atau pembiayaan, tapi juga pendampingan untuk meningkatkan kapabilitas wirausaha­wan dan calon wirausahawan. Bank Mandiri juga akan memberikan apresiasi dan stimulasi kepada pelaku UMKM dan wirausahawan muda. Secara tidak langsung, itu dapat membantu men­ciptakan lapangan kerja. Untuk melaksanakan program ini, Bank Mandiri bekerja sama dengan lebih dari 20 universitas di seluruh wilayah Indonesia. Realisasi program tersebut adalah mendidik mahasiswa dan memberikan fasilitas pembiayaan bagi mereka yang hendak membuka usaha. Dengan begitu, akan tercipta paradigma baru di kalangan anak muda, khususnya mahasiswa, dari job seeker menjadi job creator. Danamon Peduli juga sudah merancang berbagai program jangka panjang. Untuk 2008-2011, misalnya, Danamon Peduli menargetkan ada 400 kabupaten yang dapat mengelola sampah pasarnya menjadi kompos bernilai ekonomis tinggi. “Hal ini bisa dicapai dengan cost-sharing investasi Danamon Peduli dengan pemkab (pemerintah kabupaten) atau pemkot (pemerintah kota) setempat,” ujar Risa. Jika berhasil, tambahnya, program ini diperkirakan menghasilkan pendapatan Rp900 juta per hari bagi koperasi atau masyarakat pasar. Program ini juga akan menciptakan 3.600 lapangan kerja baru di lingkungan sekitar pasar tradisional. Program CSR akan makin berkembang. Tujuannya, tentu memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar. Dengan me­lakukan CSR, perusahaan akan mendapat benefit, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Keuntungan itu bisa berupa laba dan citra positif perusahaan. Untuk mencapai kedua hal tersebut sudah pasti membutuhkan proses dan waktu.

[ Indeks | Versi Cetak | Kirim ke Teman ]

Thursday, July 10, 2008

FRITS R DIMU HEO: PERBANAS BOIKOT BSMR

FRITS R DIMU HEO: PERBANAS BOIKOT BSMR

PERBANAS BOIKOT BSMR

Kamis, 10 Juli 2008
PERBANKAN
BI Minta Perbanas Tidak Boikot BSMR
UKI / Kompas Images Mulyaman D Hadad
Kamis, 10 Juli 2008 | 03:00 WIB

Jakarta, Kompas - Bank Indonesia berharap Perhimpunan Bank Umum Nasional atau Perbanas tidak memboikot pelaksanaan sertifikasi manajemen risiko oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko.

BI berjanji akan meninjau kembali Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang manajemen risiko dengan memerhatikan masukan dari Perbanas.

”Sambil menunggu review, diharapkan kegiatan sertifikasi manajemen risiko oleh BSMR (Badan Sertifikasi Manajemen Risiko) tetap dapat berjalan normal,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman Hadad, Rabu (9/7) di Jakarta.

Tanggal 4 Juli 2008, melalui surat yang dikirimkan ke seluruh direktur utama bank umum yang menjadi anggotanya, Perbanas meminta mereka untuk sementara tidak mengirimkan pengurus atau karyawan banknya dalam program sertifikasi yang dilaksanakan pihak mana pun sampai diterbitkannya ketentuan BI yang baru dan atau surat pemberitahuan dari pengurus Perbanas.

Surat yang ditandatangani Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono itu juga menyatakan, Perbanas sedang melakukan pendekatan dan diskusi dengan Ikatan Bankir Indonesia, BSMR, dan BI untuk mencari solusi terbaik dalam pelaksanaan sertifikasi manajemen risiko bank di masa depan.

Selama ini bank-bank anggota Perbanas merasa keberatan dengan pelaksanaan manajemen risiko yang diselenggarakan BSMR terkait biaya, kerepotan waktu, metode, materi ujian sertifikasi, dan pihak-pihak yang harus mengikuti sertifikasi.

Wakil Dirut BCA Jahja Setiatmadja mengatakan, BCA akan mengikuti keputusan Perbanas.

General Manager BSMR Gandung Troy Sulistyantoro mengatakan, sesuai amanat PBI, pihaknya akan terus menjalankan program sertifikasi manajemen risiko. Pihaknya berencana tetap menggelar ujian sertifikasi manajemen risiko pada Agustus 2008. Calon peserta yang akan mengikuti ujian diperkirakan sebanyak 3.000 bankir.

BSMR merupakan lembaga independen yang didirikan oleh Indonesian Risk Professional Association. Kegiatan sertifikasi manajemen risiko merupakan amanat Arsitektur Perbankan Indonesia, yang mensyaratkan seluruh bankir yang terkait manajemen risiko sudah harus memiliki sertifikasi paling lambat akhir tahun 2010. (FAJ)

Jam